Minggu, 27 November 2011

Keluarga sehat

Ibu Penuh Cinta, Anak Tumbuh Sehat

sumber : http://health.kompas.com/read/2011/09/28/08434695/Ibu.Penuh.Cinta.Anak.Tumbuh.Sehat
Kompas.com – Bukan rahasia jika anak-anak yang berasal dari keluarga
miskin lebih rentan menderita penyakit di usia dewasa. Tidak sedikit
pula literatur yang menyatakan anak-anak dari keluarga dengan status
ekonomi rendah lebih sering menderita penyakit flu dan jantung.
Anak yang berasal dari orangtua yang berpendidikan rendah juga lebih
beresiko menderita sindom metabolik, kumpulan gejala penyakit kronik,
seperti hipertensi, gula darah tinggi, serta lemak perut.
Kendati begitu, dampak dari keterbatasan ekonomi bagi kesehatan itu bisa
ditangkal jika anak-anak tersebut memiliki ibu yang mengasuh penuh
perhatian.
Dalam studi yang dilakukan tim dari Universitas British Columbia,
psikolog Gregory Miller menganalisa data 1.200 orang dewasa yang pada
masa kecilnya berasal dari keluarga miskin. Para peneliti kemudian
melakukan survei pada responden untuk mengetahui kadar perhatian ibu mereka.
Para peneliti menemukan, meski dari keluarga miskin namun anak-anak yang
diasuh oleh ibu yang memberi perhatian penuh pada kebutuhan emosional
anak dan memiliki ikatan yang kuat dengan anaknya, akan tumbuh menjadi
anak yang sehat.
Dalam laporan yang dipublikasikan dalam jurnal Psychological Science,
para peneliti menyebutkan stres yang dialami anak berpengaruh pada
tumbuh kembangnya dan secara permanen mempengaruhi kemampuan tubuh anak
melawan infeksi.
Karena itu ibu yang penuh perhatian dan mengasuh anaknya dengan baik
akan meningkatkan kesehatan anak di masa depan. “Risiko penyakit yang
dihadapi anak-anak dari keluarga miskin itu bisa dikurangi jika
orangtuanya memberi perhatian pada tumbuh kembang anak,” kata Miller.
Miller menyarankan, untuk menumbuhkan anak yang sehat, orangtua dan guru
di sekolah harus bisa mengajarkan cara pengendalian stres, memberikan
contoh yang baik dalam mengelola emosi dan memberikan rasa aman pada anak.

Asupan Zinc Berlebih Memicu Epilepsi

http://health.kompas.com/read/2011/09/24/11161241/Asupan.Zinc.Berlebih.Memicu.Epilepsi
KOMPAS.com – Zinc (seng) adalah mineral penting yang terdapat pada
hampir setiap sel. Riset terbaru menunjukkan seng memainkan peran kunci
dalam meningkatakan memori seseorang. Tetapi harus diingat pula, asupan
zinc yang berlebih justru dapat memicu serangan epilepsi.
Temuan ini dipublikasikan dalam Journal Neuron. Peneliti berkesimpulan,
seng berperan penting dalam membentuk komunikasi antara neuron-neuron di
bagian otak besar (hippocampus), yang merupakan pusat memori dan
pembelajaran.
“Kami menemukan bahwa seng penting untuk mengontrol efisiensi antara dua
populasi sel saraf di hippocampus, kata peneliti utama Dr James
McNamara, dari Duke University Medical Center, North Carolina, AS.
Penelitian ini berdasarkan hasil uji coba pada tikus, dimana para
ilmuwan menggunakan bahan kimia pengikat seng. Tanpa adanya mineral,
komunikasi antara neuron pada otak tikus mengalami kerusakan. Meski
begitu, McNamara mengakui masih sedikit temuan yang menunjukkan adanya
hubungan antara konsumsi zinc dengan peningkatan memori.
Disamping itu, McNamara juga memperingatkan agar masyarakat tetap
berhati-hati khususnya dalam mengonsumsi suplemen yang mengandung zinc.
“Diperlukan kehati-hatian dalam mengonsumsi zinc karena selain penting
untuk memori, asupan zinc yang berlebih juga dapat mengembangkan
serangan epilepsi,”katanya.
Zinc dapat ditemukan di berbagai macam makanan seperti biji-bijian,
kacang-kacangan, beberapa makanan laut tertentu, padi-padian dan gandum,
sereal dan produk susu. Namun, kandungan zinc paling banyak dapat
ditemukan pada tiram.

10 Salah Asuh

sumber : http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/Terbaru/Terbaru/10.salah.asuh/001/007/1101/3
Bukan cuma anak yang bisa salah. Orang tua pun bisa salah. Coba cek, apakah Anda pernah melakukan kesalahan terhadap anak saat mengasuhnya.
1. Tidak peduli kebutuhan dasar anak. Mungkin Anda mengira apa yang sudah Anda berikan kepada anak adalah yang terbaik. Sekolah mahal, mainan banyak dan selalu baru, memberinya les musik, menari, melukis. Tapi, waktu Anda untuk bertemu anak dan memanfaatkan waktu bersamanya hanya dua kali dalam enam bulan. Betulkah itu kebutuhan anak? Berikan diri Anda sebagai kebutuhan dasar anak. Berikan waktu Anda, curahkan perhatian Anda, dengarkan kisah-kisahnya yang lugu, lucu dan ajaib.
2. Perlakukan anak seperti orang dewasa. Banyak tuntutan tak masuk akal terhadap anak. Makan tak boleh berceceran, pakai baju harus match tanpa diajari, tidak boleh salah, harus cepat mengambil keputusan dan lain-lain. Anda menjadikan diri Anda sebagai standar. Tuntut anak sesuai dengan milestone atau tahap perkembangannya. Pahami tahap perkembangannya, ikuti iramanya. Pahami jalan pikirannya. Logika anak-anak jauh dari sempurna. Otaknya masih tumbuh, demikian pun fisiknya.
3. Dilayani habis-habisan. Mengambil buku di kamar, mengambil sepatu di rak sepatu atau mengambil minum di dapur harus Anda atau pengasuhnya yang mengambilkan. Ia diperlakukan sebagai bayi yang belum mampu melakukan apapun. Berikan kesempatan pada anak untuk melakukan sesuatu yang seharusnya sudah bisa ia lakukan. Bila perlu, sedikan tempat yang mudah ia gapai untuk mempermudah apapun yang ia butuhkan. Misalnya meja kecil untuk meletakkan gelasnya. Merasa diri mampu melakukan segala sesuatu sendiri, akan meningkatkan harga diri anak.
4. Tidak pernah berkata ‘tidak’. Kata “YA” selalu keluar dari mulut Anda. Bukan hanya pada sebuah pernyataan anak seperti “Gambar aku bagus, bunda?” Tapi juga untuk semua permintaannya. Ketika Anda pelit mengatakan ‘TIDAK,’ Anda tak peduli pada anak. Anda hanya peduli pada diri Anda, tak mau repot-repot konflik dengan anak. Anda tak mau berpikir, mengapa Anda mengatakan ‘tidak.’ Gunakan kata ‘YA’ dan ‘TIDAK’ secara adil. Pikirkan sebelum mengatakan ‘YA’ atau ‘TIDAK’ karena anak harus tahu mengapa dia mendapatkan jawaban itu. Terutama untuk bereksplorasi, dua kata ini sangat penting.
5. Bicara dengan bahasa yang kacau. Tidak ada standar bahasa yang jelas. Anda sesekali berkata ‘utu’ untuk ‘lucu’, ‘acih’ untuk ‘terima kasih’ atau ‘pepe’ untuk sebutan vagina. Terdengar lucu saat mengucapkan kata-kata itu, tapi jelas-jelas membingungkan anak. Bicara sesuai dengan kaidah bahasa. Ucapkan kata-kata dengan benar, tak perlu mengikuti anak bicara dengan ucapan cadel. Dia memang belum fasih bicara karena perkembangan bicaranya juga belum sempurna. Si kecil butuh role model untuk mengenal dan meniru. Jangan ragu untuk mengenalkan banyak kata kepada anak, bisa melalui lagu, buku atau film.
6. Tidak ada disiplin. Meletakkan tas sekolah di kolong meja, meletakkan sepatu di kursi tamu, ada sendok di rak buku. Menyedihkan sekali kondisi rumah si kecil. Sama seperti di jalan raya yang punya aturan, di rumah pun harus ada aturan karena aturan dibuah demi keamanan dan kenyamanan bersama. Ajarkan disiplin pada anak sejak dini. Buat daftar apa saja yang harus dipatuhi oleh semua penghuni rumah, agar semua anggota keluarga bersikap konsisten menjalaninya. Khusus untuk anak, Anda bisa membantu mengingatkannya bahwa sepatu tempatnya bukan di sofa, tas sekolah bukan di kolong meja tempatnya.
7. Tidak dituntut untuk menghormati orang tua. Demi menjaga keakraban dengan anak atau dianggap sebagai teman yang menyenangkan, Anda berperilaku seperti teman sebayanya. Atau Anda malah membiarkan si kecil memanggil Anda dengan sebutan nama atau dengan ucapkan “eh”. Tak ada batasan antara pemegang otoritas dan yang harus mematuhinya. Berlakukan konsep menghormati orang tua, apalagi Anda hidup dengan budaya timur. Mengucapkan salam saat bertemu orang lain, membungkuk ketika berjalan di depan orang yang lebih tua, sudah menjadi tata karma yang harus diikuti oleh anak.
8. Memberi hadiah berlebihan. Karena tak punya waktu untuk anak, Anda menggantikan kehadiran Anda dengan hadiah. Saat Anda sedang berjuang untuk mendorong anak melakukan yang terbaik, Anda juga memberikan hadiah yang berlebihan atau tidak seharusnya ia dapatkan. Misalnya Anda memberikan hadiah sepeda karena anak berhasil membereskan tempat tidurnya. Berikan penghargaan atau hadiah sesuai dengan usaha yang anak lakukan. Hadiah tak harus berupa benda. Ucapan atau pujian seperti “Kamu hebat” atau “Kamu pintar” dapat Anda gunakan. Fungsi hadiah sebenarnya adalah menghargai apa yang sudah dilakukan oleh anak.
9. Dibiarkan jauh dari Anda. Anda sudah ajarkan pada anak tentang siapa nama orang tuanya, tempat tinggalnya, nomor telepon Anda, atau harus menghubungi satpam bila kehilangan Anda. Tapi, bukan berarti Anda memberikan kepercayaan penuh pada anak untuk berada jauh dari jangkauan Anda. Usahakan anak selalu berada dalam pengawasan mata Anda saat berada di tempat umum. Selain Anda tidak mengetahui bahaya apa yang akan mengancam dari lingkungan, hati-hati juga dengan kemampuan logika atau berpikir anak. Kasus anak terjepit eskalator atau jatuh dari lantai atas tidak sedikit, bukan?
10. Tidak mengijinkan anak menjadi anak. Memaksakan selera atau mimpi Anda kepada anak, dilakukan para orang tua dari generasi ke generasi. Segala hal harus sesuai dengan kehendak Anda, jika tidak mau maka teror pun Anda lakukan. Misalnya menurut Anda pakaian t-shirt dengan rok jeans yang warnanya senada itu pakaian yang paling bagus untuk anak. Sedangkan menurut anak rok kotak-kotak berwarna merah dengan t-shirt kuning garis-garis sudah sangat keren. Dengarkan pendapat anak. Ia memang masih kecil, tapi tidak berarti suaranya tidak didengar oleh Anda atau orang dewasa . Saat Anda mau mendengarkan pendapatnya, ini juga menjadi cara untuk ajarkan anak belajar mendengarkan orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar